JAKARTA - Mabes Polri resmi meluncurkan Indonesia Automatic Fingerprint Identification System (Inafis) Card, Selasa lalu. Ini kartus identitas untuk setiap warga negara. Di dalam kartu ini dibenamkan sebuah chip. Nah, chip itulah nanti yang akan menampung semua data si pemegang.
Lalu apa bedanya kartu Inafis ini dengan e-KTP yang kini sedang dikembangkan pemerintah dan hari-hari ini penduduk di DKI sedang antri membuat kartu ini? Toh di dalam e-KTP juga di pasang sebuah chip elektronik yang bisa memuat data si pemegang secara lengkap seperti sidik jari.
Kartu Inafis
Kartu ini dibikin via kepolisian. Bukan cuma data singkat sebagaimana yang ada dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) selama ini yang masuk di kartu ini, tapi lebih lengkap dari itu.
Selain nama, tempat tanggal lahir, foto, juga ada sidik jari, nomor kendaraan, nomor BPKB, nomor sertifikat rumah, dan bahkan nomor rekening di bank akan tertampung di situ.
Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, Komisaris Jenderal Sutarman, mengatakan antara kartu Inafis dan e-KTP yang diusung oleh Mendagri sangat jauh berbeda. Kartu Inafis merupakan bagian dari identifikasi penduduk secara keseluruhan dan sudah terdata dalam server komputer yang terpusat di negara.
Kepala Pusat Inafis Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Bekti Suhartono, menjelaskan bahwa kartu pintar ini, sangat mendukung penyidikan polisi. Selain data pemilik, terdapat pula catatan kriminal yang pernah dilakukan pemiliknya.
"Ketika membuat aplikasi kredit, bank bisa mempertimbangkan kalau dia memiliki catatan kejahatan," kata Bekti. "Garis besar perbedaan antara e-KTP dan Inafis itu, kalau inafis untuk mengungkap data tindak kejahatan." Kartu ini diharapkan bisa menghilangkan identitas ganda seseorang karena berbasis sidik jari.
Ada sembilan biometrik di tubuh manusia yang terdata dalam kartu ini. Diantaranya sidik jari, muka, hidung, telapak tangan, dan jejak kaki. "Kalau sidik jari di e-KTP, alur sidik jarinya kurang lengkap, untuk di Inafis itu lengkap dan pasti tidak terbantahkan," ucap Bekti meyakinkan.
E-KTP
Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) DKI Jakarta, Purba Hutapea, mengungkapkan ide awal pengadaan e-KTP bergulir untuk mencegah terjadinya manipulasi dan penggandaan data kependudukan. Karena itu, pemerintah mempersiapkan e-KTP yang disertai chip elektronik yang juga berisi data sidik jari.
Dengan metode baru ini, setiap warga hanya akan memiliki satu nomor induk kependudukan nasional (NIK). Nomor yang dimiliki warga akan mengkonversikan sejumlah kartu identitas seperti KTP, SIM, NPWP, visa, BPKB dan paspor.
"Tujuan e-KTP ini cukup jelas, menertibkan data administrasi kependudukan. Saat mengurus akte kelahiran, nomor induk nasional akan diterbitkan dan dijadikan nomor induk sekolah bagi anak-anak mulai dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi," kata Purba.
Di dalam e-KTP memang tidak terdapat nomor rekening dan demografi. Dalam kartu Inafis, Bekti menambahkan, ada demografi pemilik yang berisi nama, tempat tanggal lahir, golongan darah, agama, nama anak dan nama istri jika sudah berkeluarga.
Kalau belum berkeluarga ada nama ayah dan ibu. Jadi pada saat bencana alam seperti tsunami, di mana semua dokumen hancur, yang ada hanya sidik jari jenazah.
Dengan sidik jari, bisa diketahui siapa identitas, termasuk data-data mengenai dia. "Akan menjelaskan punya tanah di mana. Semua administrasi kependudukan akan dijelaskan sistem ini," tamban Bekti.
Dengan kartu Inafis, seseorang yang terkena tilang pun dendanya dapat dipotong secara langsung. "Bayar tilang jadi tidak perlu lagi di persidangan, tapi terdebet dari rekening yang ada di data kartu ini," ucapnya
Dikutip/diedit dari vivanews.com
INDONESIAN PEOPLE
Rabu, 03 Juli 2013
Evaluasi E-KTP, Komisi II DPR Panggil Mendagri Usai Reses
Jakarta - Komisi II DPR memantau sejumlah kendala dalam realisasi e-KTP, termasuk dugaan pungutan denda keterlambatan pengurusan e-KTP. Komisi II DPR akan memanggil Mendagri usai reses 13 Mei mendatang.
"Mungkin pada masa sidang yang akan datang akan kita evaluasi secara keseluruhan secara maksimal. Mana yang sudah dan mana yang belum. termasuk juga kendalanya seperti bagaimana proses yang tercecer nanti kita minta Mendagri menjelaskan," kata Ketua Komisi II DPR, Agun Gunandjar, Minggu (6/5/2012).
Komisi II DPR akan mempertanyakan pemungutan denda keterlambatan pengurusan e-KTP. Menurut Agun denda seperti itu melanggar hukum.
"Keterlambatan nggak ada dendanya. Program kita tahun 2012 harus sudah selesai pendataan seluruh penduduk di Indonesia harus sudah ber e-KTP. Jadi posisinya saya tetap optimis karena masih bulan Mei dan sampai hari ini masih ada waktu cukup panjang,"katanya.
Menurut Agun, sosialisasi Kemendagri menyangkut e-KTP memang sangat kurang. Banyak masyarakat yang takut kalau e-KTP kemudian mempersulit pengurusan administrasi kependudukan lainnya.
"Dikhawatirkan oleh kami adalah partisipasi masyarakat yang tidak mau mengambil e-KTP karena tidak paham keterkaitan dengan kepemilikan tanah, bangunan dan sebagainya. Sampai sekarang ini kami belum menerima laporan lengkap. Kami akan menggelar rapat khusus evaluasi menyangkut e-KTP,"tandasnya.
Penerapan denda keterlambatan pengurusan KTP diberlakukan pada seluruh masyarakat di Pekanbaru. Siapapun warga yang telat memperpanjang KTP-nya didenda Rp 50 ribu sebulan.
Masyarakat akan melaporkan Walikota Pekanbaru yang membuat aturan denda tersebut ke Mendagri. "Kita akan bawa masalah ini ke Mendagri untuk meminta peninjauan ulang atas lahirnya perda yang mengatur denda berbunga tersebut," ujar Direktur Advokasi Publik, Rawa El Amady dalam perbincangan dengan detikcom, Sabtu (5/5/2012) di Pekanbaru. (van/van)
Dikutip/diedit dari detiknews.com
BPK : Ada Kerugian Negara Dalam Pembuatan E-KTP
JAKARTA - Program Penerbitan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Penerapan KTP Elektronik (e-KTP) berbasis NIK Nasional tahun 2011 mulai berjalan. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan, program tersebut belum efektif dan tidak mematuhi peraturan Presiden nomor 54 Tahun 2010.
"BPK menemukan antara lain permasalahan ketidakefektifan sebanyak 16 kasus senilai Rp 6,03 miliar," kata Ketua BPK Hadi Poernomo di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (2/10).
Hadi menambahkan, dalam kasus pengadaan e-KTP ini tercatat ada 3 kasus pemborosan dengan taksiran mencapai, Rp 605,84 juta. Sementara itu dampak dari ketidakpatuhan pemerintah, mengindikasikan adanya kerugian negara sebanyak 5 kasus dengan nilai Rp 36,41 Milliar.
Tidak hanya itu, Hadi juga menerangkan, pihaknya juga menilai ada potensi kerugian negara dari 3 kasus yang dilakukan pemerintah dengan nilai mencapai Rp 28,90 milliar.
"Permasalahan tersebut disebabkan karena konsorsium perusahaan kontraktor e-KTP tidak dapat memenuhi jumlah pencapaian KTP elektronik tahun 2011 yang telah ditetapkan dalam kontrak," simpulnya.
Dikutip/diedit dari news.okezone.com
Terkait Penembakan Teroris, Wali Kota Minta Perangkat Desa Waspada
DENPASAR - Kasus penembakan terhadap orang-orang yang diduga teroris di Sanur dan di Jalan Gunung Soputan Denpasar, menjadi perhatian serius Walikota Denpasar I.B. Rai Dharmawijaya Mantra.
Pihaknya meminta aparat desa untuk lebih waspada mengantisipasi adanya ancaman kekacauan dan ketertiban di masyarakat. Semua pihak harus melakukan koordinasi, baik dengan tokoh masyarakat, aparat desa, sehingga ancaman seperti ini bisa diminimalisasi.
''Kami minta semua komponen masyarakat lebih meningkatkan kewaspadaan,'' ujar Wali Kota Rai Mantra saat ditemui usai rapat koordinasi dengan pimpinan SKPD, kepala desa, serta komponen masyarakat Denpasar, Senin (19/3) kemarin di Gedung Ksirarnawa, Denpasar.
Sementara itu, Kepala Desa Sanur Kauh I Made Dana membenarkan kasus penembakan orang-orang yang diduga teroris di wilayahnya di Jalan Danau Poso, tepatnya Banjar Belanjong. Pemilik hotel/bungalo tempat penggerebekan teroris itu merupakan warga Banjar Panti. ''Itu biasanya untuk short time dan juga bisa untuk menginap penuh,'' kata Dana, kemarin.
Made Dana mengatakan, sebelum kejadian, pihaknya melakukan penertiban administrasi kependudukan di tiga blok. Salah satu yang menjadi sasaran penertiban tim kependudukan Sanur Kauh adalah Jalan Danau Poso. Penertiban usai sekitar pukul 21.00 wita dan petugas akan kembali ke pos masing-masing.
Namun, belum sempat bubar, terdengar suara ledakan dan dikira petasan. Petugas poskamling memantau sumber ledakan. Namun sesampai di sana, petugas kepolisian sudah memblokir jalan di sekitar TKP. ''Karena itu, petugas kami diminta ikut mengamankan jalan tersebut,'' kata Dana.
Terkait pelaku yang tertembak, Dana mengasumsikan datang ke sana untuk memantau kondisi sekitar tempat itu. Terlebih, dalam waktu dekat akan ada keramaian pawai ogoh-ogoh. ''Mungkin mereka datang ke sana untuk survei lokasi,'' ujar Dana.
Belakangan aparat di Denpasar seperti petugas Satpol PP, kelurahan, pecalang dibantu aparat kepolisian memang gencar melakukan penertiban administrasi kependudukan.
Dalam operasi penertiban itu, lebih banyak terjaring para penduduk pendatang yang tidak melengkapi diri dengan kartu identitas seperti KTP dan sejenisnya. Tidak terendus dari operasi itu bahwa ada teroris tengah mengintai. Sialnya lagi, beberapa razia yang digelar aparat malah diduga bocor.
Bercermin dari kejadian terakhir, apa yang disampaikan Wali Kota Denpasar layak diperhatikan semua pihak. Terutama, para pengelola tempat penginapan maupun kos-kosan. Maklum, masih banyak dari mereka yang mengabaikan masalah ini.
Banyak penghuni penginapan dan kos-kosan yang tidak jelas identitas, pekerjaan maupun tujuannya. Karenanya, wajib hukumnya satiap warga masyarakat melaporkan bila menemukan orang-orang yang gelagatnya mencurigakan di sekitar lingkungannya. Jangan sampai kebobolan menerima teroris maupun pelaku kriminal lainnya.
Dikutip/diedit dari balipost.co.id
Waduh... Banyak Pasutri tak Miliki Surat Nikah
TERNATE - Banyak pasangan suami-istri di Provinsi Maluku Utara tidak memiliki surat nikah sehingga mengalami kesulitan dalam mengurus berbagai keperluan termasuk surat akte kelahiran anak.
Di Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel), menurut anggota DPRD Halsel Asnawi Lagalante di Ternate, Senin (9/4), dalam kunjungan ke masyarakat terutama di Gane Timur, banyak menerima laporan dari masyarakat bahwa mereka belum memiliki surat nikah.
Pasangan suami-istri tersebut menikah sah secara agama, tapi tidak mencatatkan pernikahannya pada Kantor Urusan Agama setempat, karena berbagai alasan seperti tidak memiliki uang atau kurangnya pemahaman mereka mengenai pentingnya memiliki akte surat nikah.
Asnawi meminta kepada Pemkab Halsel untuk membantu pasangan yang belum memiliki surat nikah tersebut dalam mendapatkan akte surat nikah dengan memberikan penyuluhan serta kemudahan dalam pengurusannya.
Akte surat nikah tersebut memiliki fungsi yang sangat strategis, misalnya, sebagai syarat dalam mengurus akte kelahiran atau sebagai pegangan dalam proses hukum perdata jika pasangan bersangkutan akan melakukan cerai resmi.
Sementara itu, Kepala Dinas Sosial, Kependudukan dan Catatan Sipil Halsel Dahrun Samad ketika dihubungi mengakui bahwa di Halsel banyak pasangan suami-istri, terutama yang berada di wilayah pedesaan belum memiliki akte surat nikah.
Pemkab Halsel telah melakukan langkah-langkah untuk mengatasi hal tersebut, di antaranya dengan melakukan pernikahan massal bagi pasangan suami-istri yang belum memiliki akte surat nikah.
Menurut dia, hal ini dilakukan untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan administrasi kependudukan dan dalam rangka melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan ketentuan tentang perkawinan.
"Pemkab Halsel sudah dua kali melakukan pernikahan massal tersebut. Pertama pada Maret 2012 di Desa Galala dengan jumlah pasangan yang mengikuti nikah massal 150 pasangan," katanya.
Kemudian, pada penyelenggaraan Musabaqah Tilawatil Qur'an (MTQ) Tingkat Kabupaten Halsel di Kecamatan Gane Timur pada akhir pekan lalu kembali melakukan pernikahan massal bagi pasangan yang belum memiliki akta surat nikah dengan jumlah peserta pernikahan 620 pasangan.
Dikutip/diedit dari republika.co.id
Langganan:
Postingan (Atom)